Diriku

Diriku

Selasa, 19 Oktober 2010

Pakaian Tradisional Melayu


Sumatera Utara

Tradisi Melayu menempatkan upacara pernikahan sebagai peristiwa yang penting. Ini berpengaruh pada busana upacara pernikahan Melayu yang tampil secara lengkap dan indah, mulai dari busana sampai dengan perlengkapan perhiasannya. Pada upacara ini Wanita Melayu mengenakan Kebaya panjang atau baju kurung yang terbuat dari jenis-jenis kain yang bermutu tinggi seperti brokat atau sutra bersematkan peniti-peniti emas. Baju kurung ini dipadukan dengan kain songket buatan Batubara atau tenunan Malaysia. Bagian kepala disalut oleh selendang bersulam corak-corak emas yang menutupi tata rambut dalam gaya sanggul khusus yakni sanggul lipat padan atau sanggul tegang. Pada sanggul ini ditempatkan hiasan-hiasan keemasan.
Di daerah leher dan dada biasanya tergantung kalung dari corak­corak rantai mentimun, sekar sukun, rantai serati, mastura, gogok rantai lilit, rantai panjang dan tanggang walaupun dewasa ini sudah amat jarang dijumpai. Gelang juga dipakai pada kaki. Pengantin wanita juga memakai gelang kerukut yang beraneka jenis seperti gelang tepang, gelang kana, gelang ikol dan keroncong. Pada jari terpasang aneka ragam cincin seperti cinci-n genta, cincin bermata, cincin patah biram dan cincin pancaragam.
Sebagai alas kaki dipakai selop bertekad yaitu sejenis sandal bersulam corak-corak keemasan. Bagian pinggang dihiasi oleh bengkong dan pending.
Kaum pria memakai dua pilihan tutup kepala, yaitu tengkulok yang terbuat dari kain songket, kain bertabur atau destar. Ikatan tengkulok ini ada beberapa jenis, yaitu ikatan bendahara (Kedah), ikatan serdang dan sebagainya. Tengkulok adalah lambang kebesaran dan kegagahan seorang pria Melayu. Tutup kepala yang sejak dulu dipakai disebut destar. Terbuat dari rotan yang berbentuk parabola, berlapis tiga dan dibalut dengan beludru atau kain berwarna kuning. Diberi hiasan gerak gempa, renda, bunga mas dan hiasan batu permata sehingga menampilkan kesan kebesaran dan kegagahan. Di daerah Deli untuk kaum bangsawan mengenakannya secara melintang, sedangkan bagi pria kebanyakan memasangnya dengan posisi belah utak. Di Serdang cara-cara pemakaiannya justru kebalikan dari daerah Deli.
Penutup badan pria adalah teluk belanga yang terdiri dari atas baju berkrag kocak musang, berseluar (celana panjang) dan bersamping. Sebagaimana pada kaum wanita kain pembuat teluk belangapun adalah dari jenis yang bermutu seperti satin atau sutra.
Alas kaki berupa selop sewarna dengan baju. Pada leher pria digantungkan beberapa hiasan rantai. Lengan atasnya mengenakan kilat bahu dan sidat sebagai lambang keteguhan hati. Pada bagian pinggang dipakai bengkong dan pending. Pada pinggang depan sebelah kanan disisipkan sebilah keris yang bergagang emas. Keris dianggap lambang kegagahan dan kemampuan menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
Wanita-wanita Melayu dari Medan di sebelah pantai timur Sumatera Utara membuat baju mereka sangat panjang (baju panjang), dari bahan brokat (kain senduri), sutera, muslin atau viole yang halus yang bercorak kotak-kotak besar. Lengan bajunya sangat lebar dan panjangnya sampai pergelangan tangan. Baju panjang ini dipakai dengan sehelai kain yang terbuat daripada katun biasa berwarna polos, sarung yang bercorak kotak-kotak besar atau kain songket. Kadang-kadang baju dan kain kedua-duanya terbuat dari bahan yang sama. Pakaian ini tidak memakai selendang. Hiasan rambut berupa sanggul yang sederhana.
Sementara untuk pakaian laki-laki berupa pakaian Teluk Belanga: Pakaian ini terdiri dari tutup kepala berupa kopiah atau topi dari bahan sutra berbentuk kepala kapal, berwarna sesuai dengan baju dan celananya; Bajunya berupa kemeja kurung terbelah dibagian dada saja dari bahan sutra berwarna merah, hijau atau kuning dan dililit dengan sarung songket; Celana panjang lebar dengan bahan dan warna yang sama dengan baju.


Riau

Bagi masyarakat Melayu Riau, penggunaan busana dan kelengkapannya sangat tergantung pada si pemakai. Pakaian sehari­hari baik untuk di rumah atau di luar rumah berbeda dengan busana dan kelengkapannya untuk peristiwa khusus seperti upacara atau perjamuan resmi. Dalam kehidupan sehari-hari, kaum pria dan wanita di Riau biasa mengenakan baju kurung yang disebut baju gunting cina. Busana ini umumnya dipakai ketika badan sudah bersih dan akan menunaikan shalat atau hendak menerima tamu yang berkunjung kerumahnya.
Kaum pria biasa menggunakan tutup kepala yang disebut kopiah atau songkok, sedangkan kaum wanitanya menutup kepala dengan sepotong kain yang berupa selendang. Selain memakai selendang untuk menutup kepala, sering pula digunakan kain tudung kepala. Meski fungsinya sama, akan tetapi kain tudung kepala menutupi hampir seluruh tubuh pemakainya. Sandal atau kasut merupakan alas kaki yang lazim dipakai oleh kaum wanita dan pria Riau. Pada kesempatan yang lebih formal atau ketika menghadiri upacara, kaum wanita Riau umumnya memakai baju kurung satu sut. Biasanya busana macam ini bahannya terbuat dari kain songket, satin atau sutera. Selendang tidak mutlak dipakai. Namun jika akan memakai selendang warnanya harus disesuaikan dengan warna baju kurung. Penggunaan selendang biasanya dipadukan dengan baju kebaya pendek.
Untuk menghadiri acara formal, kaum wanita di Riau juga memakai perhiasan yang terdiri dari kalung, anting-anting, gelang tangan, cincin yang terbuat dari emas. Adakalanya perhiasan tersebut terbuat dari bahan suasa, namun pemakainya terbatas pada kalangan rakyat kebanyakan. Dalam pandangan masyarakat Riau, semakin banyak perhiasan yang dipakai seseorang ia akan semakin disegani dan dikagumi. Berbeda dengan busana kaum pria, kelengkapan busana kaum wanita Riau umumnya lebih semarak, meliputi juga kelengkapan kepala. Kelengkapan pada kepala tersebut meliputi, sanggul biasa atau sanggul dua, tusuk sanggul, kembang goyang, sepit rambut, jurai. Untuk bagian dada, badan dan tangan masing-masing dilengkapi dengan kain selempang, sapu tangan kecil dan di pinggang melilit sebuah pending, dan gelang kaki untuk bagian bawah.
Adapun busana yang dikenakan kaum pria Riau adalah baju gunting cina, atau baju pesak sebelah dengan kain sarung atau celana, baju kurung leher tulang belut atau cekak musang dengan celana berikut kain samping dari bahan songket yang digunakan menutupi celana hingga sebatas lutut. Bagian kepala ditutupi dengan peci atau songkok. Pengaruh kebudayaan barat tampak juga pada busana kaum pria, yakni dengan adanya kebiasaan untuk memakai celana dan kemeja yang dilengkapi dengan jas. Cincin dari emas dan perhiasan lainnya biasa dipakai kaum pria Riau terutama pada saat menghadiri pertemuan formal atau perhelatan.
Di kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja Riau, kita kenal juga istilah baju teluk belanga. Sesungguhnya busana tersebut bentuknya tidak jauh berbeda dengan baju cekak musang, dalam pemakaian maupun kelengkapan yang dipakai. Akan tetapi baju teluk belanga ini biasa dilengkapi dengan sebilah keris yang diselipkan di pinggang.
Perbedaan busana pengantin Riau daratan dengan Riau kepulauan terletak pada hiasan kepala sebagai mahkota. Hiasan kepala yang dipakai pada upacara perkawinan Riau kepulauan terlihat lebih sederhana dibanding dengan Riau daratan.
Aturan pemakaian keris ini adalah tidak nampak menonjol, hanya bagian hulu yang menyembul dari balik kain. Pada umumnya ketika seorang pria mengenakan baju teluk belanga, bagian kepala dan rambut menggunakan penutup kepala yang disebut tanjak laksmana atau bisa juga bentuk tanjak temenggung dan tanjak menyongsong angin. Perbedaan bentuk ikat kepala tersebut, biasanya disesuaikan dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat atau bisa juga bentuk acara yang akan dihadiri.
Dalam sistem kemasyarakatan Riau, kepangkatan atau garis keturunan menjadi dasar pada perbedaan cara berbusana. Meskipun bentuk dan coraknya sama, namun bahan pembuatannya benar-benar berbeda. Kain sutera sangat biasa dijumpai dalam pembuatan busana kaum bangsawan, begitu juga dengan perhiasan. Perbedaannya yakni tambahan mutu manikam atau intan berlian yang dibubuhkan pada perhiasan kaum bangsawan tersebut.
Selain dari segi kualitas yang membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat, orang Riau pun mempunyai ketentuan khusus dalam menggunakan warna. Menurut anggapan mereka warna kuning adalah simbol warna kerajaan oleh sebab itu hanya boleh digunakan oleh orang-orang dari kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja Riau. Masyarakat awam atau rakyat kebanyakan tidak diperbolehkan menggunakan warna kuning sebab dianggap tidak beradab. Warna kuning pun dipakai untuk busana pengantin, karena ia mendapat julukan raja sehari.

Pakaian Tradisional Melayu Malaysia

Baju kebaya dipakai oleh wanita Melayu. Ada dua teori tentang asal baju kebaya. Satu mengatakan perkataan 'kebaya' itu berasal daripada perkataan Arab habaya yang bermaksud pakaian labuh yang berbelah di hadapan. Satu lagi mengatakan pakaian seumpama ini dibawa oleh Portugis ke Melaka, maka sebab itulah kebaya telah lama dipakai di Melaka; bukan sahaja oleh wanita Melayu tetapi juga oleh wanita Cina Peranakan (Baba) dengan sedikit perbezaan dalam potongan dan gaya memakainya.
Baju Kebaya Labuh
Baju kebaya yang asal direka labuh hingga ke paras lutut ataupun lebih. Tangannya panjang dan lebar. Bahagian badannya mengikut potongan badan dan melebar ke bawah bermula dari bahagian punggung. Bahagian hadapannya pula berbelah dan berkolar sampai ke kaki baju. Bahagian yang berbelah ini disemat dengan tiga kerongsang berasingan atau yang berangkai dengan rantai halus. Kerongsang ini dikenali sebagai ibu dan anak kerongsang. Kerongsang yang besar dan di atas sekali dipanggil ibu dan dua lagi yang kecil dan dipakai bawah kerongsang ibu dipanggil anak.
Kebaya ada pelbagai gaya. Contohnya di Selangor, kebayanya tidak berkolar. Di Perak pula lengan kebayanya sangat lebar berbanding dengan kebaya di negeri-negeri yang lain. Di Pahang pula, baju kebayanya yang dikenali sebagai baju Riau Pahang mempunyai leher berkolar dan berkancing seperti baju kurung cekak musang tetapi bahagian hadapannya juga berbelah seperti baju kebaya yang lain; malah turut dipasangkan kerongsang di bawah kancingnya yang berbutang itu.
Baju kebaya sesuai untuk pakaian harian dan juga pakaian pengantin. Bagi pakaian harian, baju kebaya sesuai diperbuat daripada kain kapas dan baldu atau sutera (bagi yang berada) dan dipadankan dengan kain sarung. Selendang hanya dikenakan apabila keluar rumah. Bagi pengantin pula, baju kebayanya diperbuat daripada songket dan sepasang dengan kain sarungnya. Selendangnya juga diperbuat daripada songket.
Baju kurung cekak musang adalah sama dengan baju kurung Teluk Belanga kecuali pada bahagian lehernya. Leher baju kurung cekak musang ada kolar. Kolar tersebut hanya selebar satu jari dan kedudukannya menegak. Pada bahagian hadapan kolar ada bukaan panjang yang berkancing. Biasanya ada satu kancing pada kolar dan dua atau tiga lagi kancing pada bukaannya. Butang emas atau emas berbatu permata digunakan sebagai pengancingnya. Kancing yang paling terkenal ialah kancing emas yang dipanggil garam sebuku dan kancing berbatu permata yang dikenali sebagai kunang-kunang sekebun.
Baju kurung cekak musang wanita boleh dipakai dengan seluar atau kain sarung. Seluar yang selalu digunakan ialah kain seluar panjang, seluar panjang dan seluar bambu. Jika mahu, samping dan selendang juga boleh dipakai bersama.
Baju kurung cekak musang lelaki pula dipakai dengan seluar dan bersamping. Lebih segak lagi apabila bertanjak atau bersongkok.
Baju kurung Kedah dipercayai berasal dari selatan Thailand di mana wanitanya kini memakai baju berleher potongan bujur sireh. Ianya dikenakan bersahaja, ketika bekerja di rumah sebagai pakaian harian. Baju kurung Kedah selalunya diperbuat daripada kain kapas yang berbunga kecil ataupun kain nipis yang jarang dan keras. Baju ini dipadankan dengan kain batik sarung atau pelikat yang diikat ke depan dengan motif kepalanya di hadapan.
Baju kurung Teluk Belanga juga lebih dikenali sebagai baju kurung atau baju kurung Johor. Baju ini boleh dipakai oleh kaum lelaki dan wanita.

Baju Kurung Teluk Belanga

Dari segi sejarahnya, baju ini mula dipakai pada zaman pemerintahan Sultan Johor, iaitu Almarhum Sultan Abu Bakar yang bersemayam di Teluk Belanga, Singapura pada sekitar tahun 1800-an. Justeru itulah ia dipanggil Baju Kurung Teluk Belanga dan ia juga merupakan pakaian kebangsaan orang Melayu Johor. Sejak itu pemakaian baju ini telah berkembang ke negeri-negeri lain di Tanah Melayu. Baju kurung merupakan pakaian kebangsaan rakyat Malaysia dan banyak dipakai dalam majlis-majlis rasmi. Baju Kurung Teluk Belanga adalah labuh, dan potongannya longgar kerana dirusuknya berpesak dan di bawah lengannya pula diletakkan kekek. Potongan lehernya bulat dan berbelah di depan. Pada sekeliling tebukan lubang leher itu, jahitan tulang belut digunakan bagi mengemas dan memperkukuhkan lagi leher baju tersebut. Baju kurung teluk belanga yang dipakai oleh kaum lelaki dan wanita pada dasarnya adalah sama kecuali;
a) Baju yang dipakai oleh lelaki labuhnya adalah separas punggung, alas lehernya lebar dan mempunyai tiga kocek iaitu di dada kiri, di dada kanan dan di bahagian bawah hadapan baju, manakala baju kurung yang dipakai oleh kaum wanita pula labuhnya hingga ke lutut dengan satu kocek di dada kiri atau pun tanpa kocek.
b) Kaum lelaki memakai baju ini dengan seluar panjang samada seluar Acheh atau Seluar panjut Kaum wanita pula memadankannya bersama kain samada kain dari jenis batik, songket atau sutera. Kain ini pula diikat dengan ikatan yang bernama ombak mengalun, iaitu dengan lipatan-lipatan yang letaknya di rusuk kanan atau kiri. Kepala kain sarung lazimnya diletakkan ke belakang apabila dipakai dengan baju kurung ini.
Pada masa dahulu, wanita Johor memadankan baju kurung dengan kain dagang luar, iaitu sehelai kain sarung yang pada asalnya digunakan sebagai kain kelubung untuk menudung kepala dan berlindung dari cahaya matahari apabila keluar berjalan. Kain dagang luar ini dikenakan di pinggang seperti kain samping lelaki dengan ombak-ombaknya di bawa ke rusuk kiri dan disaukkan pada lengan atau dipegang dengan tangan. Kain mantul, iaitu sehelai selendang pendek yang bertekat dengan kelingkan emas biasanya akan disangkutkan ke bahu apabila si pemakai mengenakan baju kurung dengan kain dagang luar ini. Walaubagaimanapun, baju kurung pada hari ini tidak lagi dipakai dengan kain-kain tradisional sebegini yang lazimnya hanya digunakan oleh masyarakat Melayu zaman dahulu.
Baju Melayu merupakan pakaian lelaki Melayu dan ia terdiri dari dua jenis iaitu Baju Kurung Teluk Belanga ataupun Baju Cekak Musang. Baju ini biasanya dipakai semasa menghadiri majlis-majlis perkahwinan, kenduri-kendara dan juga bagi menunaikan Sembahyang Jumaat. Selain itu ia juga amat sesuai dipakai pada Hari Raya dan juga majlis-majlis rasmi. Pemakai Baju Melayu kelihatan lebih berseri apabila ia mengenakan samping dan songket. Pada acara-acara biasa seperti kenduri-kendara dan Sembahyang Jumaat, ia dipakai bersama kain pelekat atau kain tenun sutera.
Pada masa dahulu, lelaki golongan istana dan golongan berada memakai seluar yang besar dan longgar yang dikenali sebagai kain seluar, seluar Aceh atau seluar Lambok. Kain seluar ada yang pendek dan ada yang panjang. Kain seluar yang pendek hanya separas lutut dan biasanya dipakai untuk bersantai di rumah. Kain seluar yang panjang pula adalah separas betis dan digunakan ketika keluar rumah atau ke majlis rasmi. Kaki dan pinggang kain seluar sangat lebar.
Kain seluar terdiri daripada lapan bahagian yang dicantumkan. Empat bahagian yang di tengah berfungsi sebagai kekek supaya selesa dipakai. Kain seluar dipakai seperti memakai samping; melipat ke hadapan (box-pleat) dan menggulungnya atau mengikatnya dengan tali pinggang.
Kain seluar dilengkapi dengan satu poket. Poket dibuat pada bahagian hadapan sebelah kiri seluar (bukan pada kekeknya).
Kain seluar diperbuat daripada sutera yang berwarna-warni dari kain songket emas atau perak. Bahagian yang paling banyak bunga songketnya ialah bahagian hujung kaki dan bukaan poket.
Satu lagi seluar yang kerap dipakai ialah seluar panjang atau seluar panjut. Seluar panjang juga lebar bahagian pinggangnya. Pada kelepet pinggang seluar panjang ada lubang kecil bagi memasukkan pita atau tali pinggang yang digunakan untuk memanjut seluar ini.
Seluar panjang terdiri daripada empat bahagian sahaja kerana seluar panjang tidak berkekek seperti kain seluar. Kaki seluar panjang menirus ke bawah. Pada bahagian sisi kaki seluar panjang ada bukaan yang dipasangkan butang. Biasanya lima atau enam butang digunakan. Panjang seluar ini mencecah buku lali.
Kain sarung Melayu terdiri daripada sebidang kain lebar yang dicantumkan kedua-dua hujungnya. Kain sarung diperbuat daripada benang kapas dan sutera. Ada juga kain sarung yang diperbuat daripada tenunan songket. Biasanya kain sarung songket hanya dipakai apabila ada majlis rasmi atau sebagai pakaian pengantin.
Kaum lelaki memakai kain sarung dengan baju Melayu. Kain sarung dilipat ke hadapan (dari sisi kiri dan kanan; box-pleat) dan digulung. Kaki kain dilepaskan hingga ke buku lali, Jika kain sarung dipakai bersama-sama seluar, kaki kain sarung disingkatkan hingga ke paras lutut dan menjadi samping.
Kaum wanita memakai sarung bersama-sama baju kurung atau baju kebaya. Kain sarung diikat atau dililit di pinggang. Kaum wanita mengikat sarung dengan pelbagai cara. Iaitu dengan cara membuat satu lipatan yang ditindan ke hadapan badan, atau dengan lipatan-lipatan kecil yang dikumpulkan pada salah satu sisi badan; dikenali sebagai ombak mengalun. Untuk mengemaskan atau memastikan kain sarung tidak terlucut, tali pinggang atau pita kain digunakan untuk mengikatnya.
Kepala kain atau bahagian yang pada kain itu dihalakan ke belakang. Ada dua sebab mengapa kain itu dipakai di belakang, pertama, untuk memastikan bahagian itu terserlah; tidak termasuk ke lipatan kain (pada bahagian depan) dan kedua, supaya kelihatan sopan apabila membelakangkan orang di mana kepala kain yang cantik itu menjadi tarikan kepada orang yang membelakangkan.
Kaum wanita juga memakai sehelai lagi kain sarung di atas bajunya. Kain sarung ini dipakai dengan tiga cara. Cara pentama dipanggil dagang luar. Dalam cara ini, kain sarung dikumpul di sisi badan dan disauk dengan tangan. Kepala kain dihalakan ke belakang. Cana yang kedua dipanggil kain tudung. Dalam cara ini, kain sarung dipakai meyelubungi kepala. Tujuannya ialah untuk melindungi si pemakai daripada cuaca panas. Kepala kain diletakkan di atas kepala. Cara yang ketiga pula dipanggil kain selempang. Dalam cara ini, kain sarung dikedut menjadi gelungan dan diselempangkan di bahu. Kepala kain diletakkan di hadapan badan.
 Samping mirip seperti kain sarung, bezanya cuma samping lebih pendek daripada kain sarung. Samping dipakai oleh kaum lelaki Melayu bersama-sama baju Melayu dan seluar panjang. Samping diikat di pinggang di sebelah luar, di atas baju dan seluar. Bahagian kaki samping dilepas hingga ke lutut atau betis.
Pada asalnya samping lelaki adalah panjang hingga ke buku lali dengan bahagian hadapannya disingkatkan bagi menampakkan seluar di bahagian dalamnya. Kini samping yang lebih pendek; kakinya hingga ke paras lutut lebih digemari kerana lebih ringkas dan lebih selesa dipakai.
Di sesetengah tempat, di Johor misalnya, samping dipakai oleh kaum lelaki di sebelah dalam di bawah baju kurung Teluk Belanga mereka. Samping yang dipakai dengan cara ini dipanggil kain samping dagang dalam.
Samping dipakai dengan cara melipat sisi kiri dan sisi kanannya supaya bertindan di tengah-tengah di hadapan badan (box-pleat). Kemudian bahagian yang bertindan itu digulung atau dikemaskan dengan tali pinggang ataupun bengkong.
Selain daripada cara yang disebutkan di atas, samping juga dipakai dengan pelbagai gaya supaya lebih menarik. Antaranya ialah dengan cara melipat-lipatnya di sisi badan dan menyimpulnya dengan simpulan seperti tanduk atau bunga, mengikatnya dengan tali pinggang atau bengkong. Jika tali pinggang digunakan, pending dipasangkan menjadi kepala tali pinggang supaya nampak lebih kemas dan lebih hebat.
 Selendang biasa adalah lebih kecil dan lebih nipis daripada selendang panjang. Bagaimanapun corak selendang biasa lebih digemari kerana lebih ringkas dipakai. Selendang biasa dipakai dengan menyangkutkannya di atas satu bahu ataupun kedua-dua bahu; menutupi kepala dan bahu; diselempang di bahu kemudian melintasi badan dan diikat di pinggang; disangkut di bahu dengan hujung yang di belakang diselempangkan di belakang badan dan disangkutkan pada tangan (hujung yang satu bagi dilepaskan dihadapan badan) dan pelbagai cara lagi.
Selendang biasa diperbuat daripada tenunan sutera yang sudah menjalani proses ikat dan celup atau dikenali dengan nama kain limar. Sisi selendang biasa dikemaskan dengan tenunan benang emas. Kadang-kadang selendang ini juga disongket atau disulam dengan bunga emas.
Di Kelantan, selendang biasa dipakai oleh kaum wanita sebagai kain kemban semasa mengenakan pakaian Cik Siti Wan Kembang.
Selendang biasa juga turut digunakan dalam upacara lenggang perut iaitu upacara yang dibuat ketika wanita mengandung tujuh bulan. Tujuan upacara ini ialah supaya bayi yang dikandung selamat dilahirkan.

1 komentar: