Diriku

Diriku

Sabtu, 19 November 2011

Setia Harus Hilang (part 1)

Cinta, kau datang seperti di bawa angin.
Terasa menyejukkan, masuk ke dalam ragaku yang rapuh.
Saat cinta itu sudah merasuki jantungku, aku masih tak mengerti siapa yang aku sayang.
Seakan - akan Tuhan menonjolkan panah itu dari dalam jantung.
Dadaku sakit, seakan tak ada lagi paru - paru dalam perisai ini.
Mata panah itu menuntunku pada pemiliknya.

Ketika aku melihat pemilik panah itu, tersipu malu jadinya.
Ingin tertawa, namun bibir terkunci.
Ingin tersenyum kepadanya, namun bibir menciut.
Tak memandangnya lagi dengan mata, namun dengan hati.
Kutundukkan kepalaku dalam - dalam, sambil menahan pedihnya luka tusukan itu.
Ketika aku merasakan dia ada di dekatku, nada kehidupanku berdetak cepat.

Sangat menyakitkan rasanya.
Lamban laun jantungku bengkak karena sering berirama tak menentu.
Ingin kukeluarkan panah itu dari mulut, tapi belum tepat waktunya.
Bibir masih terkatup rapat, belum tepat waktunya untuk dibuka.
Mata masih menjaga pandangan, belum tepat waktunya untuk melihat dia.
Rasanya sakit semua.
Seakan - akan racun merasuk ke dalam diri, menyebar, hingga memabukkan.

Pikirku seperti alang - alang yang ditiup angin.
Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti kemana arah matahari.
Kubuka mulut walaupun masih terkatup erat.
Kutatap dia walaupun mata masih enggan memandangnya.
Kuceritakan bagaimana racun itu mempengaruhi tubuhku.
Membuatku gila, karena dimabukkan oleh racunnya.
Dia hanya diam, seperti memandang patung tua.
Walaupun aku sudah berusaha menjadi emas dimatanya.