إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
Saudaraku! Anda pernah membeli buah-buahan atau lainnya dari pedagang buah di dalam kereta, atau pedagang asongan di bis antar kota? Bila pernah, mungkin anda juga pernah merasa betapa pahitnya rasa kecewa batin anda ketika mengetahui bahwa barang yang anda beli ternyata tidak sama dengan yang diperagakan atau dicobakan kepada anda sebelum membeli.
Pengalaman di atas hanyalah salah satu bukti nyata dari kejamnya para pedagang yang batinnya hampa dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan materi menjadi pujaannya, sehingga ia menempuh segala macam cara guna mendapatkannya.
Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda berbagai syari’at luhur dan suci dalam segala aspek kehidupan anda, termasuk dalam urusan perniagaan.
Syari’at Islam mengajarkan anda untuk selalu berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut dapat menimbulkan kerugian pada diri anda sendiri.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135)
Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan: Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak sepantasnya bagi seorang mukmin untuk meninggalkan kebenaran, dan mudah terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad guna memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai keridhaan Allah. Bila ketulusan niat ini telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya benar, adil, dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman, walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri. Bila hal itu terjadi, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah pasti memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap problematikanya. Demikianlah kepribadian orang yang bernar-benar beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan dalam segala aspek kehidupannya. (Tafsir Ibnu Katsir 2/433)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia menturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejujuran dan senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada neraka. Dan senantiasa seseorang berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sehingga tidak heran bila syari’at Islam menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai para pedagang!" Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336)
Bila demikian adanya, maka sudah sepantasnya bagi anda, untuk senantiasa mengindahkan prinsip ini dalam perniagaan anda, dan bahkan dalam segala aspek kehidupan anda. Hanya dengan cara inilah, kehidupan anda akan diberkahi.
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
“Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
Saudaraku! Anda pernah membeli buah-buahan atau lainnya dari pedagang buah di dalam kereta, atau pedagang asongan di bis antar kota? Bila pernah, mungkin anda juga pernah merasa betapa pahitnya rasa kecewa batin anda ketika mengetahui bahwa barang yang anda beli ternyata tidak sama dengan yang diperagakan atau dicobakan kepada anda sebelum membeli.
Pengalaman di atas hanyalah salah satu bukti nyata dari kejamnya para pedagang yang batinnya hampa dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan materi menjadi pujaannya, sehingga ia menempuh segala macam cara guna mendapatkannya.
Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda berbagai syari’at luhur dan suci dalam segala aspek kehidupan anda, termasuk dalam urusan perniagaan.
Syari’at Islam mengajarkan anda untuk selalu berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut dapat menimbulkan kerugian pada diri anda sendiri.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135)
Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan: Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak sepantasnya bagi seorang mukmin untuk meninggalkan kebenaran, dan mudah terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad guna memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai keridhaan Allah. Bila ketulusan niat ini telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya benar, adil, dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman, walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri. Bila hal itu terjadi, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah pasti memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap problematikanya. Demikianlah kepribadian orang yang bernar-benar beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan dalam segala aspek kehidupannya. (Tafsir Ibnu Katsir 2/433)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia menturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejujuran dan senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada neraka. Dan senantiasa seseorang berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sehingga tidak heran bila syari’at Islam menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai para pedagang!" Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336)
Bila demikian adanya, maka sudah sepantasnya bagi anda, untuk senantiasa mengindahkan prinsip ini dalam perniagaan anda, dan bahkan dalam segala aspek kehidupan anda. Hanya dengan cara inilah, kehidupan anda akan diberkahi.
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
“Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari hadits ini, Ibnu Hajar Al ‘Asqalany menarik suatu kesimpulan: “Pada hadits ini terdapat suatu petunjuk bahwa kehidupan dunia tidaklah akan dapat dicapai dengan sempurna kecuali dengan perantaraan amal shaleh. Dan bahwasannya petaka perbuatan maksiat akan menyirnakan seluruh kebaikan dunia dan akhirat.” (Fathul Bary oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 4/311)
Saudaraku! Manisnya harta dan gemerlapnya keuntungan yang berlimpah memang begitu menggiuarkan. Tidak heran bila liur umat manusia senantiasa menetes tatkala menyaksikan peluang mengeruk keuntungan terbuka lebar-lebar. Sehingga bisa saja derasnya godaan harta ini menjadikan anda hanyut dan lupa daratan. Hanya keimanan anda kepada Allah dan hari akhirlah yang mampu membendung arus ambisi dan keserakahan dunia.
وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ. متفق عليه
"Sesungguhnya harta kekayaan itu terasa begitu manis. Barang siapa yang mendapatkannya denga cara-cara yang benar dan dibelanjakan di jalan yang benar, maka harta itu adalah sebaik-baik pembantu baginya. Sedangkan orang yang mendapatkannya dari jalan yang tidak benar, maka ia bagaikan orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang." (Muttafaqun ‘alaih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar