Diriku

Diriku

Selasa, 07 Desember 2010

AKU BENCI NASKAH INI part. 1


Ketika sedang istirahat, Guru BP (Aurelia) melewati Robby dan Ana yang sedang membaca buku di teras kelas.
Robby dan Ana                       : “Selamat pagi, buk!” (sambil sedikit menundukkan badan).
Guru BP                                  : ”Selamat pagi, Robby dan Ana.” (sambil melempar senyum).
Robby                                     : ”Mau dibantu, buk?” (sambil berdiri).
Guru BP                                  : ”Nggak usah. Bentar lagi sampai ruang BP, kok. Lagian kalian sedang belajar juga.”
Ana                                         : ”Nggak apa – apa, kok. Kami juga mau ke perpus sambil nyari jawaban buat bahan biologi. Robby, tolong bawakan tas laptopnya buk Aurelia. Biar aku yang pegang tangannya.” (sambil berdiri dan segera memegang tangan guru BP).
Robby                                     : ”Ranselnya mau dibawakan juga, bu?” (mengambil tas laptop).
Guru BP                                  : ”Nggak usah, Robby. Membawa laptop saya saja sudah bisa dikatakan membantu.” (sambil berjalan).
Robby                                     : ”Ah, ibu bisa aja. Kalo emang ranselnya perlu dibawakan saya bisa bantu.” (berjalan bersama – sama).
Guru BP                                  : ”Nggak usah.” (sambil senyum tipis).
Robby, Ana, dan Guru BP berjalan melewati Ricko, Nabil, dan Husnul yang sedang asyik mengobrol di teras kelas.
Ricko, Nabil, dan Husnul       : ”Buuu...!!” (sambil memberi senyum tipis di bibir masing – masing dan sedikit menundukkan badan).
Guru BP                                  : ”Yuuup....” (sambil melemparkan senyum kepada Ricko, Nabil, dan Husnul).
Setelah Robby, Ana, dan Guru BP berjalan sekitar sepuluh meter dari hadapan Ricko, Nabil, dan Husnul, Ana dan Robby mendapat ejekan dari teman – teman Ricko dengan suara yang cukup keras.
Husnul                                     : ”Eh, ternyata pasangan cupu tadi.”
Ricko                                       : ”Buuk, jangan mau dibantuin sama mereka.”
Nabil                                       : ”Iya, buk. Nanti ibu jadi ketularan cupu.”
Lalu Ricko, Nabil, dan Husnul tertawa terbahak – bahak.
Sementara Guru BP yang juga mendengar ejekan untuk Robby dan Ana memberikan nasehat agar memperkuat kesabaran mereka.
Guru BP                                  : ”Setiap orang memiliki karekter dan kepribadian yang berbeda – beda. Jadi, untuk menghadapi orang – orang yang bertentangan dengan kita, sebaiknya bersabar.”
Ana                                         : ”Iya, bu. Kami sudah tau hal itu. Dan mudah – mudahan, ejekan – ejekan mereka akan menjadi kekuatan.”
Robby                                     : ”Betul. Mudah –mudahan akan memperkuat kesabaran.”
Guru BP                                  : ”Bagus. Ibu harap kalian berdua tetap berpegang teguh pada prinsip itu.”
Ketika berjarak beberapa meter dari pitu ruang BP, Guru BP merogoh kunci pintu di saku tasnya. Karena terlihat kesulitan, Robby membantunya.
Ana                                         : ”Mencari apa, buk?”
Guru BP                                  : ”Kunci pintu ruangan ini. Tadi ibu letakkan di saku tas.”
Robby                                     : ”Biar saya bantu mencarinya.” (sambil membantu mencari kunci pintu ruang BP. Setelah menemukan kunci tersebut, diletakkannya di tangan Guru BP yang menadah).
Guru BP                                  : ”Terimakasih, Robby dan Ana. Boleh ibu minta laptopnya?” (tangan menjangkau ke arah laptop).
Robby                                     : ”Oh, maaf bu. Saya hampir lupa.” (Robby memberikan tas laptop yang ada di tangannya).
Ana                                         : ”Bu, apa nggak sebaiknya diantar masuk ke dalan aja? Saya takut nanti ibu kenapa – napa.”
Guru BP                                  : ”Nggak usah. Lagian kalian mau nyari jawaban dari tugas biologi juga, ’kan?”
Ana                                         : ”Iya, bu. Ya udah. Kami tinggal dulu ya, bu. Permisi.” (Ana dan Robby meninggalkan Guru BP).
Sambil berjalan menuju perpus, Robby dan Ana kembali membahas buku yang akan dicari.
Robby                                     : ”Dua hari yang lalu, aku melihat buku biologi di perpus. Tapi aku lupa karangan siapa.”
Ana                                         : ”Kalo gitu kita cari aja buku itu. Mudah – mudahan masih ada, ya.”
Robby                                     : (mengangguk sambil tersenyum memandang Ana).
Di dalam perpustakaan, Robby dan Ana sibuk mencari buku Biologi. Namun tidak lama, karena Robby menemukan buku yang dia maksud.
Robby                                     : ”Ana, ini buku yang aku maksud tadi.” (sambil berjalan ke arah Ana).
Ana                                         : ”Oh ya? Rasanya tidak cukup kalau membaca satu buku. Banyak sumber yang kita butuhkan.” (terus mencari buku).
Robby                                     : ”Kalo gitu, aku baca dulu buku ini. Mana tahu Ana menemukan buku yang lain.” (duduk di kursi perpus).
Setelah mendapatkan buku Biologi yang diinginkan, Ana duduk di hadapan Robby.
Ana                                         : ”Eh, coba liat, paragraf ini ada hubungannya dengan soal nomor lima.” (menunjuk paragraf yang ada di buku).
Robby                                     : ”Pinjam sebentar.” (menarik buku dan mulai membaca paragraf yang ditunjuk Ana).
Ana                                         : ”Iya, ’kan?”
Robby                                     : ”Iya. Di buku yang aku baca ini juga berkaitan dengan soal nomor lima. Tapi aku nggak yakin.” (mendorong buku ke arah Ana).
Ana                                         : ”Kenapa?”
Robby                                     : ”Buku ini tidak menjelaskan cara kerjanya. Makanya aku ragu.”
Ana dan Robby kembali konsentrasi pada buku masing – masing. Ketika Robby tidak sengaja mengalihkan pandangan ke pintu kaca, dia melihat bayangan Irma.
Robby                                     : ”Ana, coba liat ke pintu kaca!”
Ana                                         : (menoleh ke arah pintu kaca).
Robby                                     : ”Siapa itu?”
Ana                                         : (masih melihat) ”Nggak tau. Mungkin anak baru.” (kembali membaca buku).
Di luar jendela, Irma sedang berdiri sambil memainkan ponselnya. Wajahnya tampak kebingungan. Pandangan Robby tidak bisa lepas dari bayangan Irma yang ada di luar perpus. Dan semenjak melihat Irma, Robby tidak bisa konsentrasi dengan tugas Biologinya.
Ana                                         : ”Robby, coba cari jawaban nomor tujuh.”
Robby                                     : (gelagapan) ”Aku rasa jawabannya ada di rangkuman.” (membolak – balikkan buku).
Ana                                         : (heran sambil mengernyitkan kening) ”Yang di rangkuman cuma nama – nama prosesnya aja. Soal ini meminta kita untuk menjelaskan bagaimana proses terjadinya. Bukan nama – nama prosesnya.”
Robby                                     : ”Oke. Aku coba cari.” (mencoba berkonsentrasi).
Ana                                         : ( memandang penuh curiga) ”Robby, apa apa?”
Robby                                     : ”Nggak ada apa – apa. Cewek yang di dekat pintu kaca tadi cantik, ya?”
Ana                                         : (tersenyum mengerti) ”Kamu suka sama dia?”
Robby                                     : ”Mungkin.”
Ana                                         : ”Aku dukung deh.” (nadanya keberatan).
Robby                                     : ”Oh ya?” (tersenyum senang).
Ana                                         : (mengangguk dengan senyum terpaksa).
Robby                                     : ”Makasih.”
Bel masuk berbunyi untuk kedua kalinya. Robby dan Ana masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas sudah ada Ricko, Nabil, dan Husnul.
Husnul                                     : ”Pasangan cupu, darimana aja?” (tertawa bersama Ricko dan Nabil).
Robby dan Ana cuek. Ketika Robby menoleh ke Ana, Ana tampak kesal.
Robby                                     : ”Coba untuk tenang.” (dengan suara lembut dan menunjukkan wajah tenang).
Ana                                         : ”Ya. Aku coba untuk bersikap biasa.” (menarik napas panjang).
Tiba – tiba ponsel Ricko berbunyi.
Ricko                                       : ”Eh, ponsel aku bunyi. Bentar ya.” (memencet tombol di ponsel dan berbicara dengan lawan bicara sambil berjalan ke luar kelas).
Nabil dan Husnul bingung.
Nabil                                       : ”Siapa sih?”
Husnul                                     : ”Nggak tau. Ceweknya kali.”
Muka Nabil kelihatan kesal.
Beberapa saat kemudian, Ricko masuk dengan wajah berbinar – binar.
Ricko                                       : ”Wooi ..... Kita nggak ada guru!!!”
Nabil dan Husnul                    : ”Yeeeaah. Asyik!!!!”
Tiba – tiba, mereka dikejutkan dengan kedatangan Irma di depan pintu kelas.
Irma                                         : ”Halo, permisi. Ini kelas XI IPA 3?”
Nabil                                       : ”Iya. Siapa ya?”
Irma                                         : ”Kata guru BP tadi, aku disuruh masuk sini.”
Husnul                                     : ”Masuk aja.” (sambil senyum simpul).
Irma                                         : ”Makasih.”
Irma memilih bangku di tengah ruangan. Dia asyik dengan ponselnya tanpa mempedulikan orang – orang di kelas itu. Sementara itu, Robby dan Ana membaca buku.
Keberadaan Irma di kelas itu membuat Robby tidak bisa berkonsentrasi dalam membaca. Robby terus memperhatikan Irma yang sibuk dengan ponselnya. Ana yang hendak bertanya jadi enggan ketika melihat Robby yang memandangi Irma. Ana memandang bukunya dengan tatapan kosong.
Ricko, Nabil, dan Husnul tidak tinggal diam. Mereka merasa bahwa Irma memiliki kesamaan dengan Ricko, Nabil, dan Husnul. Mereka bertiga mendekati Irma.
Nabil                                       : ”Halo. Namanya siapa nih?” (senyum ramah).
Irma                                         : ”Nama aku Irma.” (balas senyum).
Nabil                                       : ”Oh ya, nama aku Nabil.” (menjabat tangan Irma).
Ricko                                       : ”Nama aku Ricko.” (menjabat tangan Irma).
Husnul                                     : ”Nama aku Husnul.” (menjabat tangan Irma).
Irma                                         : ”Hai Nabil, hai Ricko, hai Husnul.”
Ricko                                       : ”Hai. Kamu pindahan darimana?”
Irma                                         : ”Aku pindahan dari International school di Jakarta. Kebetulan orang tua aku pindah tugas kesini.”
Nabil                                       : ”Keren. Gabung sama kita – kita mau nggak?”
Irma                                         : ”Mau banget!!” (antusias).
Ricko                                       : ”Bagus. Berarti teman kita tambah satu lagi.”
Irma                                         : ”Iya.” (melihat Robby dan Ana. Cepat – cepat Robby membaca buku di mejanya). “Mereka itu siapa?”
Nabil mengetahui apa yang ditanyakan Irma.
Nabil                                       : “Mereka itu Robby dan Ana.”
Husnul                                     : ”Mereka itu kerjanya nurut sama peraturan sekolah dan termasuk kutu buku. Makanya cupu.”
Ricko                                       : ”Aku aja yang juara kelas nggak secupu mereka.”
Nabil                                       : ”Itu karena otak kamu emang encer, Ricko.”
Irma                                         : ”Oh, kalo gitu aku bisa tanya – tanya tentang PR.”
Ricko                                       : ”Boleh.”
Sepulang sekolah, Robby dan Ana menuju pintu gerbang bersama.
Robby                                     : ”Ana, kamu masih dukung aku ’kan kalo misalnya aku suka sama Irma?” (sambil berjalan menoleh ke Ana).
Ana                                         : ”Iya. Aku masih dukung kok.” (dengan senyum terpaksa).
Robby                                     : ”Kalo misalnya aku gabung dengan Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma pasti boleh, ’kan?”
Ana                                         : ”Apakah harus seperti itu?”
Robby                                     : ”Iya. Dengan cara itu mudah – mudahan Irma bisa dekat dengan aku.”
Ana                                         : ”Kalo aku boleh kasih saran, sebaiknya nggak usah.”
Robby                                     : (terkejut) ”Lho, kenapa?? Bukannya tadi Ana dukung aku suka sama Irma??” (sedikit marah).
Ana                                         : ”Mereka berbeda dengan kita. Aku takut itu membuat mereka makin senang mengejek kita.”
Robby                                     : ”Tenang aja. Besok aku akan berubah.”
Ana                                         : ”Berubah??” (heran).
Robby                                     : ”Iya. Besok aku akan merubah penampilan aku. Mau ’kan bantu aku buat merubah penampilan?”
Ana                                         : ”Hmm...., gimana ya???” (bimbang).
Robby                                     : ”Tolonglah, Ana. Ini demi Irma.”
Ana                                         : ”Okelah. Kapan?”
Robby                                     : ”Alhamdulillah. Besok bisa, ’kan?”
Ana                                         : (mengangguk).
Besoknya, Ana membantu Robby merubah penampilannya.
Ana                                         : ”Maaf, ya. Matamu minus berapa?”
Robby                                     : ”Satu setengah.”
Ana                                         : ”Lepas kacamatanya!”
Robby                                     : (melepas kacamatanya). ”Apa lagi?”
Ana                                         : ”Tolong lepas kancing paling atas kemeja kamu.”
Robby                                     : (melepas kaitan kancing paling atas).
Ana                                         : ”Lepaskan dasinya.”
Robby                                     : (melepaskan dasi).
Ana                                         : ”Keluarkan bajunya.”
Robby                                     : (mengeluarkan bajunya).
Ana                                         : ”Sisir rambutnya ke arah belakang.”
Robby                                     : ”Aku nggak bawa sisir.”
Ana                                         : ”Pake jari tangan.”
Robby                                     : ”Nanti nggak rapi.”
Ana                                         : ”Ricko menyisir rambutnya pake jari tangan.”
Robby                                     : ”Gimana ya?” (bimbang).
Ana                                         : ”Ayolah. Demi Irma.”
Robby                                     : (mengangguk dan menyisir rambut dengan jari tangan).
Setelah selesai, Robby akan pergi meninggalkan lorong itu. Tapi sebelum pergi, tangannya di tahan Ana.
Ana                                         : ”Kamu yakin mau dekatin Irma?” (memegang lengan Robby).
Robby                                     : ”Tenanglah, Ana. Aku pasti bisa diterima mereka.”
Ana                                         : ”Bukan masalah itu.”
Robby                                     : ”Jadi masalah apa?”
Ana                                         : ”Robby, kamu tau ’kan kalo mereka itu kasar?”
Robby                                     : (mengerti maksud Ana). ”Tenang aja. Aku pasti bisa. Kalo misalnya mereka menghajarku, itu hal yang wajar karena aku laki – laki. Oke?” (memberi senyum untuk meyakinkan).
Ana                                         : (melepaskan lengan Robby dan mengangguk). ”Oke.”
Ketika Robby meninggalkan lorong dan telah menghilang dari pandangan Ana, Ana meneteskan air mata.
Ana                                         : ”Sebenarnya bukan karena itu. Aku merasa ada yang hilang saat kamu memilih Irma.” (berjalan meninggalkan lorong).
Di teras sebuah kelas, Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma duduk. Mereka sibuk membicarakan tentang Robby dan Ana.
Irma                                         : ”Kenapa sih kok kalian sering ngeledekin Robby sama Ana?”
Ricko                                       : ”Aduh, Irma. Sekolah kita ini sekarang nyaris Standar Internasional.”
Nabil                                       : ”Pada umumnya, di sekolah berstandar Internasional itu nggak ada orang seperti mereka. Kalaupun kutu buku, penampilannya ’kan nggak perlu cupu.”
Husnul                                     : ”Sebenarnya, kami mengejek Robby dan Ana itu ada niat baik. Kalo hanya merubah penampilan nggak akan merubah karakter.”
Irma                                         : ”Oh, gitu.” (melihat Robby berjalan ke arah mereka) ”Eh, panjang umur.”
Ricko, Nabil, dan Husnul menoleh ke arah penglihatan Irma.
Husnul                                     : ”Eh, dia berubah.”
Nabil                                       : ”Kereeen.“
Ricko                                       : “Yakin tuh dia berubah??“
Ketika Robby berdiri di hadapan mereka, Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma masih diam.
Robby                                     : ”Hai semua!”
Husnul                                     : ”Kok nggak cupu lagi?”
Robby                                     : (tersenyum simpul). ”Aku bosan dengan gaya yang kemarin.”
Nabil                                       : ”Kamu serius ’kan mau berubah?” Soalnya aku suka gaya kamu yang sekarang.“
Robby                                     : ”Aku serius.”
Husnul                                     : ”Boleh dibuktikan?”
Robby                                     : ”Kalo dibuktikan, tentunya aku punya syarat.”
Nabil                                       : ”Apa syaratnya? Yang aku tau, kalo orang minta bukti itu nggak pake syarat.”
Robby                                     : ”Aku mau gabung sama kalian. Boleh??”
Husnul                                     : ”Yakin kamu mau masuk gank kami? Aku jadi curiga. Menurut kamu, gimana, Bil?”
Nabil                                       : ”Kalo kayak gini pasti ada maunya.”
Husnul                                     : ”Menurut kamu, gimana, Ir?”
Irma                                         : ”Kita coba aja dulu. Mungkin aja dia nggak bikin ulah.”
Husnul                                     : ”Kalo kamu, Ricko?” (mengejutkan Ricko yang melamun). ”Woy, dari tadi kok bengong?”
Ricko                                       : ”Aku bukan bengong.”
Nabil                                       : ”Kalo nggak bengong mikirin siapa, hayo ngaku??” (nada menggoda).
Ricko                                       : ”Bukan mikirin siapa. Ada dua kemungkinan kalo Robby gabung sama kita. Yang dibilang sama Nabil dan Irma tadi.”
Robby                                     : ”Ayolah. Masa’ aku gabung sama kalian mencurigakan, sih?”
Ricko                                       : ”Oke. Kalo gitu, kita kasih tantangan buat kamu.”
Robby                                     : ”Apa tantangannya?”
Ricko                                       : ”Traktir kita berempat setiap hari. Aku nggak peduli apakah kamu punya uang atau enggak.”
Robby                                     : ”Siapa takut!!!”
Ricko                                       : ”Oke. Kalo gitu kamu boleh gabung dengan kita.”
Robby duduk bersama mereka berempat, tepatnya di sebelah Irma.
Irma                                         : ”Oh ya, nama kamu siapa tadi? Robby ya?”
Robby                                     : (tersenyum tipis). ”Iya. Kamu Irma, ‘kan?”
Irma                                         : “Iya.” (bernyanyi – nyanyi kecil). ”Oh ya, Ana itu cewek kamu, ya?”
Robby                                     : ”Bukan. Dia cuma sahabat aku. Kami sering belajar bersama. Kenapa?”
Irma                                         : ”Oh, nggak ada apa – apa. Cuma pengen tau aja.”
Sepulang sekolah, Ricko, Nabil, dan Husnul membicarakan sesuatu sambil berjalan cepat. Kebetulan, Irma sudah pulang duluan. Jadi, mereka lebih leluasa berbicara.
Ricko                                       : ”Nabil, bulan ini ada kejadian apa aja di sekolah?”
Nabi                                        : ”Pengukuhan OSIS, maulid Nabi, dan anak baru di kelas kita.”
Ricko                                       : ”Ada yang lain?”
Husnul                                     : ”Kalo di gank kita, rasanya sering ngeledekin Robby dan Ana. Trus anak baru masuk ke gank kita. Dan dalam waktu yang sangat singkat, Robby si cupu itu ikut bergabung dengan kita. Emangnya ada apa sih?”
Ricko                                       : ”Aku ngerasa aneh aja Robby masuk gank kita. Dia mau menindas kita bertiga atau ....”
Nabil                                       : ”Suka sama Irma!!!”
Ricko                                       : ”Pintar.”
Husnul                                     : ”Kalo dipikir – pikir, iya juga sih.”
Nabil                                       : ”Tapi kita liat aja besok. Mungkin aja apa yang kita perkirakan hari ini berbeda dengan besok.”
Husnul                                     : ”Tapi jangan kasih tau Irma dulu. Kita juga harus tau ’kan reaksi Irma.”
Ricko dan Nabil                      : ”Pasti, dong.”
Keesokan harinya, ketika jam istirahat Robby membawa banyak makanan di tangannya. Dari lorong, Ana melihat semua itu.
Ana                                         : (memutar badannya). ”Ya Allah, malaikatku sedang bekerja keras mendapatkan hati bidadarinya.”
Ana terduduk di lantai dan tanpa sengaja, buku catatannya terbuka. Saat itu juga, Nabil lewat di depan lorong itu.
Nabil                                       : ”Hai, Ana.”
Ana                                         : ”Hai, Nabil.”
Nabil berlalu dari hadapan Ana. Ketika melihat Ricko dan Husnul sedang duduk di sebuah teras kelas, Nabil berlari kecil menghampiri mereka.
Nabil                                       : ”Ricko, Husnul.”
Ricko dan Husnul                   : ”Hai, Nabil.”
Nabil                                       : ”Irma kok nggak ada?” (duduk di samping Ricko).
Husnul                                     : ”Kayaknya tadi ke toilet.”
Nabil                                       : ”Ciee... ehmm .... ehmm.....”
Husnul                                     : ”Aku tau soalnya tadi pamit ke toilet.”
Nabil                                       : ”Oh gitu. Baru di – ehmm – in aja ngerti.”
Husnul                                     : (wajah bete) ”Kalian nih. Mana mau aku sama orang hitam kayak gitu.”
Ricko                                       : ”Hitam kayak Irma ’kan bagus. Punya kulit yang eksotis.”
Husnul                                     : ”Eksotis apanya?? Kalo gitu buat kamu aja!!!”
Ricko                                       : ”Maaf, Nul. Menurut aku, Irma itu kurang mengagumkan.”
Husnul                                     : ”Huh..........!!!” (kesal).
Nabil                                       : ”Eh, Robby beli makanan, tuh!”
Ricko                                       : ”Aku yang suruh dia beli makanan.”
Robby datang dan meletakkan semua makanan di samping Husnul.
Robby                                     : ”Nih, makanan yang kalian pesan. Oh ya, Irma mana?” (memutar kepala mencari Irma).
Husnul                                     : ”Irma ke toilet. Ngapa?”
Robby                                     : ”Oh, nggak ada. Pesanan dia adanya yang dingin.”
Beberapa saat ketika Robby duduk di sebelah Husnul, Irma datang.
Irma                                         : ”Udah datang makanannya?”
Robby                                     : (berdiri dari duduknya) ”Udah. Tapi maaf, aku belinya yang dingin. Soalnya di kantin yang nggak dingin udah dimasukkan lemari es semua.”
Irma                                         : ”Nggak apa – apa. Makasih ya. Aku juga lagi haus banget. Jadi pengen yang dingin – dingin.”
Beberapa saat ketika Irma sudah meneguk minumannya, Husnul merasa haus.
Husnul                                     : ”Aku haus, nih. Beli minuman dulu ah.”
Dengan cepat, Irma memegang lengan Husnul.
Irma                                         : ”Minum aja punya aku. Lagian hari masih panas banget.”
Husnul                                     : ”Maaf ya, Irma. Aku punya sakit amandel. Takutnya nanti malah nular.”
Irma                                         : ”Aku juga sakit amandel, lho. Ayo minum aja. Habisin kalo mau.”
Husnul                                     : “Beneran nih?“
Irma                                         : (mengangguk).
Husnul mengambil botol minum Irma, lalu meneguk sedikit. Ricko dan Nabil yang dari tadi menikmati makanan masing – masing cuma senyum – senyum melihat Husnul dan Irma.
Ricko                                       : ”Nabil, Robby, kita pindah aja, yuk. Aku nggak mau gangguin orang yang lagi senang.”
Nabil                                       : ”Iya. Yuk, kita pindah aja.”
Robby mengikuti Ricko dan Nabil dari belakang sambil membawa makanan yang masih terbungkus. Sesampainya di teras kelas yang lain, Ricko, Nabil, dan Robby duduk.
Nabil                                       : ”Oh ya, tadi aku bertemu Ana, lho. Dia duduk di lorong sana sambil baca buku.”
Robby                                     : ”Masa’ iya??”
Nabil                                       : ”Beneran, deh. Mungkin aja di lorong sana masih ada.” (menunjuk ke arah lorong).
Ricko                                       : ”Robby, kita itu nggak seegois yang kamu pikirkan. Kita punya hati, kok. Kalo kamu mau, temani aja Ana. Kamu ’kan udah traktir kita untuk hari ini.”
Nabil                                       : ”Seandainya aku jadi kamu, aku langsung pergi ke lorong itu dan mencari Ana.”
Robby                                     : ”Sebelum aku bergabung dengan kalian, aku sudah bilang ke Ana.”
Nabil                                       : ”Oh, ya udah kalo gitu.”
Di tempat lain, Ana menangis sejadi – jadinya. Saat itu Guru BP lewat dan berniat menenangkannya.
Guru BP                                  : ”Ana, ada apa?” (duduk di samping Ana).
Ana                                         : (menyeka air mata).
Guru BP                                  : ”Siapa yang bikin kamu nangis? Ada masalah dengan Robby?”
Ana                                         : ”Mereka mempermainkan Robby dengan syarat – syarat yang tidak masuk akal. Bu, tolonglah Robby. Kasihan dia.”
Guru BP                                  : ”Ibu tau. Tapi semua itu butuh proses. Kita tidak boleh tergesa – gesa, Oke?”
Ana                                         : (Mengangguk). ”Apa yang akan ibu perbuat nanti pada Robby?”
Guru BP                                  : ”Ibu akan memanggil dia beberapa hari lagi. Sebelum ibu panggil, ibu ingin melihat perlakuan mereka terhadap Robby.”
Ana                                         : ”Kenapa harus beberapa hari??” (tidak terima).
Guru BP                                  : ”Semua itu membutuhkan bukti yang kuat, ’kan?”
Ana                                         : (mengangguk).
Selama beberapa hari, Guru BP mengamati kelakuan Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma terhadap Robby dari dalam perpustakaan. Dia melihat Robby yang tiap harinya berjalan di tengah lapangan sambil membawa banyak makanan dari balik kaca.
Pada hari ke – empat setelah pengamatan, Guru BP memanggil Robby ke kantornya.
Robby                                     : ”Assalamu Alaikum, bu.”
Guru BP                                  : ”Wa Alaikumussalam. Hei, masuklah.” (senyum).
Robby                                     : (masuk dan duduk). “Ada apa, bu?“
Guru BP                                  : “Selama beberapa hari ini, saya melihat kamu sudah merubah penampilan. Ibu ikut senang dengan kamu yang sekarang.“
Robby                                     : “Terimakasih, bu.“
Guru BP                                  : (mengangguk). “Akhir – akhir ini, ibu melihat kamu sering bermain dengan Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma.“
Robby                                     : ”Iya, bu.”
Guru BP                                  : ”Bagaimana dengan Ana?”
Robby                                     : (terkejut) ”Saya dan Ana hanya bersahabat. Akhir – akhir ini, saya membagi waktu dengan Ana dan teman – teman saya yang lainnya. Walaupun saat ini saya merasa tidak adil dengan Ana.”
Guru BP                                  : ”Apakah kamu lebih banyak bergabung dengan Ricko, Nabil, Husnul, dan Irma?”
Robby                                     : ”Iya, bu.”
Guru BP                                  : ”Boleh ibu tau tentang suatu hal?”
Robby                                     : (berpikir sebentar). ”Boleh.”

1 komentar: