Diriku

Diriku

Jumat, 05 November 2010

SKETSA BAYANGAN DIA


Hari ini hari pertama Valerin berada di SMA Mulya Cendikia. Dia baru saja pindah dari Gorontalo karena orang tuanya dipindahtugaskan oleh perusahaan ternama disana. Karena sifatnya yang supel, hari pertama di sekolah barunya tidak menjadi kendala untuk berkenalan dengan teman – temannya. Begitu pula dengan teman – temannya yang tidak menganggap Valerin sebagai anak baru. Hal tersebut membuatnya dia betah dengan suasana sekolah barunya.
Ketika bel masuk berbunyi, semua siswa kelas XI IPA 2 berjalan menuju ruang seni rupa. Di ruangan tersebut, ada seorang wanita yang duduk di sudut ruangan sambil memainkan tangannya seperti sedang menari. Valerin melihat gerakan tangannya yang semakin lama semakin tidak beraturan.
”Agra, dia itu siapa?” tanya Valerin sambil melirik ke arah wanita di sudut ruangan.
”Oh, yang sedang memainkan tangan itu?” tanya Agra memastikan.
”Iya. Aku heran. Kok dia seperti itu?” kata Valerin.
”Namanya Gracia. Dia memang seperti itu. Terkadang, beberapa orang menyebutnya autis. Ada yang bilang kalo dia kena talassemia. Tapi kata Carell, dia itu sedang memendam perasaan sukanya sama cowok. Aku nggak tau banyak tentang dia. Tapi, dia baik kok,” kata Agra menjelaskan.
”Oh gitu,” kata Valerin menanggapi.
Ketika Pak Anwar memasuki kelas, semua siswa duduk lesehan di lantai. Setelah mengucapkan salam dan membaca doa, Pak Anwar mengajarkan bagaimana melukis dengan cara yang benar. Setelah menerangkan berbagai hal tentang melukis, barulah siswa – siswa diberi kesempatan untuk melukis di kanvas masing – masing dengan tema bebas.
Karena dipanggil oleh kepala sekolah, Pak Anwar meninggalkan siswa – siswanya yang masih menggambar sketsa. Valerin perlahan – lahan menggoreskan pensil di kanvasnya untuk membuat sketsa. Dia berencana akan membuat sebuah villa di daerah pegunungan. Ketika tanpa sengaja melirik ke arah sketsa Gracia, dia teringat sepupu yang tinggal bersamanya.
Valerin mendekati Gracia yang sedang membuat sketsa. Cara Gracia membuat sketsa berbeda dengan siswa pada umumnya. Dia tidak menggunakan kuas atau alat tulis, tapi dia menggunakan abu dari kertas yang sudah dibakar. Gracia menempelkan ujung jarinya pada abu dan menggoreskan jari tersebut di kanvas. ”Kenapa dia melukis Andrew?” kata Valerin dalam hati.
”Hai,” sapa Valerin. ”Sketsa kamu bagus, ya?”
Gracia menoleh sebentar, lalu meneruskan sketsanya sambil tersenyum. ”Makasih.”
”Dia itu siapa?” tanya Valerin.
”Namanya Andrew Frasser,” jawab Gracia.
Valerin terkejut mendengar nama yang baru saja disebutkan Gracia. Dia hanya bisa terdiam sambil memperhatikan jari telunjuk Gracia yang menggoreskan abu pada kanvas.
”Dia adalah orang pertama yang mengisi hatiku. Dia yang mengajarkanku bagaimana menjadi orang yang sabar, setia, dan menjadi orang yang menarik. Dia yang memberikan cinta pertama yang indah. Dia yang menyadarkanku akan Tuhan, pedoman hidup, kecerdasan, dan kasih sayang itu ada pada setiap orang. Waktu setahun itu rasanya sangat singkat ketika dia menjadi ketua ekskul kami saat itu. Tapi mereka masih menganggapku aneh. Mungkin mereka tidak sepaham denganku. Padahal, aku hanya menerapkan apa yang pernah dibilang Andrew,” kata Gracia menjelaskan.
”Kamu sayang sama dia?” tanya Valerin lembut.
”Mungkin sudah melebihi besarnya jagad raya,” kata Gracia.
Ketika Valerin pulang sekolah, dia melihat Andrew sedang duduk di teras belakang. Setelah mengganti pakaian, Valerin duduk di samping Andrew.
”Gimana dengan sekolahmu?” tanya Andrew.
”Baik. Menyenangkan. Kakak pernah jadi ketua kelas, ketua OSIS, atau ketua organisasi ekskul di sekolah?” tanya Valerin.
”Aku pernah jadi ketua ekskul. Menyenangkan sekali. Kami sering menginap di sekolah. Kenapa?” tanya Andrew.
”Kakak kenal Gracia Fendrine?” tanyaku tanpa basa – basi.
”Kenal. Dia itu cewek yang paling aku benci sedunia,” kata Andrew.
”Kenapa?” tanyaku.
”Waktu aku lagi PDKT sama Cecilia, ada teman aku yang nanya ’bukannya kamu jadian sama Gracia, ya?? Kok selingkuh gini??’ Secara perlahan – lahan aku dijauhi Cecilia. Yang paling aku benci saat itu, aku dibilang playboy,” kata Andrew dengan emosi.
”Kamu tau siapa ratu gosip saat itu?” tanya Valerin.
”Tau. Tata namanya. Tapi aku nggak yakin dia, karena Tata sahabat aku,” kata Andrew.
”Kak, setiap orang pasti punya musuh. Mungkin aja Tata benci sama Gracia. Kak Andrew jangan menyalahkan Gracia dulu,” kata Valerin.
”Karena Gracia, aku dikucilkan. Kenapa kamu tanya aku tentang Gracia? Dia itu teman sekelasmu?” tanya Andrew.
”Iya,” jawab Valerin.
”Bilang sama dia, jangan pernah main ke rumah ini. Ngerti?” kata Andrew. Valerin hanya mengangguk.
Valerin menduga bahwa Tata – lah yang menjadi pusat permasalahannya. Mungkin saja ada penyebab lain sehingga Gracia dipandang buruk oleh Andrew.
Keesokan harinya, tersiar kabar bahwa Gracia mengalami kecelakaan sehingga harus dirawat di ICU. Beberapa siswa diutus untuk menjenguk Gracia, termasuk Valerin. Mereka pergi menggunakan mobil Margaretha.
Sesampai disana, Valerin melihat tubuh Gracia yang penuh perban. Beberapa kantong darah dihubungkan ke tangannya. Tubuhnya lemah di atas ranjang. Valerin melihat lukisan yang bergambar Andrew.
Seorang suster keluar dari kamar Gracia. ”Kalian temannya? Tadi dia meminta sketsanya untuk dikumpulkan besok,” kata suster sambil berjalan ke arah meja administrasi.
Valerin bersedia membawa pulang lukisan Gracia. Sesampainya di rumah, dia memberikan lukisan itu kepada Andrew.
”Apa ini?” tanya Andrew.
”Masih marah dengan Gracia?? Aku rasa Tata udah fitnah Gracia, dan dia emang benar – benar cinta Kak Andrew. Sekarang dia terkapar di ICU,” kata Valerin marah.
Andrew terkejut bercampur bingung mendengar semua itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar